Friday, February 22, 2013


ABSTRAK
FAMILY SUPPORT  PADA SCHIZOPHRENIA

Saulin Titin Liana
127029007

Schizophrenia bukanlah penyakit jiwa yang tidak dapat disembuhkan.  Peranan keluarga diperlukan untuk schizophrenia.  Keluarga dapat mewujudkan dengan memberi bantuan berupa dukungan emosional, instrumental, materi, nasehat, informasi dan penilaian positif yang sering disebut dengan dukungan keluarga (family support).  Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan hubungan sosial antara schizophrenia dengan keluarga adalah family support.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan dan mendeskripsikan pendekatan family support, dimana peran aktif keluarga dibutuhkan dalam merawat dan menjaga schizophrenia, menerima kenyataan, mengakui, mengerti dan tetap terus mendukung schizophrenia untuk dapat lebih baik lagi.  Serta menguraikan sejauhmana efektifitas family support dalam merawat dan menjaga schizophrenia.  Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini adalah dengan pendekatan family support dimana keluarga dapat menjadi teman, keluarga mendukung dengan baik, menerima keyataan, tidak adanya penolakan serta selalu ada untuk schizophrenia. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah nilai dukungan dan kesedian keluarga menerima apa yang sedang dialami oleh schizophrenia serta kondisi kesehatan.

Kata Kunci: Family Support dan Schizophrenia.

I.          PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Schizophrenia bisa terjadi pada siapa saja.  Sering kali pasien schizophrenia digambarkan sebagai individu yang bodoh, aneh dan berbahaya.  Sebagai konsekuensi kepercayaan tersebut, banyak pasien schizophrenia tidak dibawah berobat, mereka tidak dibawa ke dokter melainkan dibawa ke “orang pintar”.
Pengobatan yang begitu modern sekarang ini ternyata memberikan prognosis yang baik pada pasien schizophrenia.  Pemulangan pasien schizophrenia pada keluarga tergantung pada keparahan penyakit dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan (Kaplan dan Sadock, 2010).  Keadaan pasien yang membaik dilanjutkan dengan rawat jalan ironisnya, pemulangan pasien schizophrenia pada keluarga menimbulkan permasalahan yang baru.  Biarpun pasien tidak sempurna sembuh, penanganan dengan metode yang tepat membuat gangguan jiwa ini menjadi controllable dan manageable meskipun dikatakan non-curable Hawari (dalam Ambari, 2010).
“Ya… Waktu pemulangan dari RSJ gak bisa ngapa-ngapain sendiri suka butuh bantuan dari kami keluarganya. Mau makan aja harus dibantu”.

Pasien dengan gangguan schizophrenia tidak mungkin mampu mengatasi masalah kejiwaannya sendiri.  Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di sekitarnya, khususnya keluarga.  Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya.  Keluarga adalah institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku.  Individu menguji coba perilakunya didalam keluarga, dan umpan balik keluarga memengaruhi inividu dalam mengadopsi perilaku tertentu.  Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.  Ketika mereka merasa memiliki, mereka merasa aman dan yang paling penting memiliki kesempatan yang besar untuk membuat dan memelihara hubungan sosial yang mendukung (Browne, 2005).
Pentingnya perawatan dilingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi yaitu: keluarga merupakan satu konteks individu memulai hubungan interpersonal.  Keluarga mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap, dan perilaku klien.  Menurut Spradey (dalam Mauludati, 2010) mengemukakan bahwa keluarga mempunyai fungsi dasar seperti memberi kasih sayang, rasa aman, rasa dimiliki, dan menyiapkan peran dewasa individu di masyarakat.
Dukungan keluarga menurut Francis dan Satiadarma (dalam Ambari, 2010) merupakan bantuan atau sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam sebuah keluarga. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka muncul keinginan peneliti untuk membuat penelitain dengan judul Family Support Pada Schizophrenia.

B.     Rumusan Masalah
Dalam hal ini peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut, yaitu bagaimana fenomena mengenai family support pada pasien schizophrenia, yaitu: “Mengapa family support itu penting bagi schizophrenia?”

C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: untuk “mengetahui seberapa penting family support pada schizophrenia?”

D.    Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, manfaat yang diharapkan adalah adanya manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu bagi keluarga, masyarakat dan peneliti selanjutnya.


  II.     LANDASAN TEORI
A.    Schizophrenia
Schizophrenia merupakan suatu gambaran sindrom dengan berbagai macam penyebab dan perjalanan yang banyak dan beragam, dimana terjadi keretakan jiwa atau ketidak harmonisan dan ketidaksesuaian antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan serta hilang timbul dengan manisfestasi klinis yang beragam (Kaplan, dan Sadock 2010).
Schizophrenia merupakan salah satu dari berbagai psikopatologi yang mana prevalensi sepanjang hidupnya kurang dari 1 persen dan terjadi pada laki-laki dan perempuan kurang lebih sama banyaknya.  Meskipun kadang berawal pada masa kanak-kanak, gangguan ini biasanya muncul pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa, agak lebih awal pada kaum laki-laki daripada kaum perempuan.  Usia timbulnya gangguan tampaknya semakin muda dalam beberapa dekade terakhir DiMaggio (dalam Davison, 2006).  Orang-orang yang menderita schizophrenia umumnya mengalami beberapa episode akut simtom-simtom yang tidak terlalu parah, namun tetap sangat menggangu keberfungsian mereka.  Komorbilitas dengan penyalagunaan zat merupakan masalah utama bagi para passien Schizophrenia, terjadi pada sekitar 50 persennya Kosten dan Ziedonis (dalam Davison, 2006).
Pada schizophrenia tidak terdapat gejala yang patognomik khusus.  Dalam PPDGJ III membagi gejala schizophrenia yaitu delusi (waham), halusinasi, disorganized Speech (pembicaraan kacau), disorganized Behavior (tingkah laku kacau), dan gejala-gejalan negatif.

B.     Family Support
Dukungan keluarga (family support) atau adalah tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.  Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan (Friedman (1998).
Menurut Kaplan (dalam Friedman, 1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki 4 jenis family support yaitu, dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional.
Menurut Friedman (dalam Suparyanto, 2012) membagi lima tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu, mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan tidak sakit, memodifikasi suasana rumah yang mendukung kesehatan keluarga serta perkembangan kepribadian anggota keluarga, mempertahankan hubungan timbal balik antara anggota keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan kemanfaatan dengan baik fasilitas kesehatan yang ada.

 III.       METODE PENELITIAN
Menurut Bogdan & Taylor (dalam Moleong, 2002) metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.  Pendekatan kualitatif dipandang sesuai untuk mengetahui gambaran family support pada schizophrenia, sehingga hasil yang didapat dari penelitian ini dapat memberikan gambaran dan dinamika yang mendalam tentang family support pada schizophrenia.

Populasi dan Sampel
Dalam penelitian kualitatif tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah sampel. Penelitian kualitatif yang terletak pada kedalaman proses, cenderung dilakukan dengan jumlah sampel yang sedikit (Poerwandari, 2005) dalam penelitian ini peneliti menggunakan satu sampel family support.  Selain itu, penelitian ini akan memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai para responden penelitian dari informan.

Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis teknik pengumpulan data yang sesuai dengan teknik pengumpulan data secara kualitatif, yaitu teknik wawancara dan observasi.

Alat Bantu Pengambilan Data
Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, alat perekam (tape recoder), alat tulis, lembar catatan observasi, dan catatan lapangan.

Prosedur Penelitian
Adapun tahap-tahap dalam prosedur penelitian ini adalah tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, tahap pencatatan data, teknik dan prosedur pengolahan data.

Metode Analisa Data
Menurut Bongdan dan Biklen (dalam Moleong, 2002) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menentukan pola, menemmukan apa yang diceritakan kepada orang lain.

Kredibilitas Penelitian
Menurut Patton (dalam Sugiyono, 2005), ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan yaitu, triangulasi data, triangulasi penelitian, triangulasi teori dan triangulasi data.  Peneliti menggunakan triangulasi data, dan triangulasi metode.

 IV.       ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis
Pembahasan akan dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara.  Wawancara dilakukan di tempat yang telah disepakati oleh responden yaitu di rumah responden.  Wawancara dalam penelitian ini dilakukan selama tiga kali, yaitu pada tanggal 28 Oktober 2012, 15 November 2012, dan 23 Desember 2012, waktu yang dipergunakan dalam wawancara ini ±45 menit setiap kali wawancara.
Dari hasil rangkuman wawancara maka dapat dilihat bahwa responden adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara, dua orang kakak perempuan, satu adik perempuan, tiga orang adik laki-laki,  dan responden adalah anak laki-laki yang paling tua di antara kakak-kakak perempuannya.  Ayah dan ibu bekerja, ayah bekerja sebagai tukang mas dan ibu tukang jahit, dan keduanya telah meninggal dunia.
Responden memiliki saudara laki-laki yang mengalami gangguan schizophrenia. Awalnya keluarga ketika mengetahui kondisi salah satu saudaranya mengalami gangguan dan suka berhalusinasi tidak dapat menerima  dengan kondisi seperti itu.  Dikarenakan minimnya informasi yang didapatkan pada waktu itu, dan masih percaya dengan mitos-mitos bahwasannya gangguan seperti itu dikarenakan kemasukan oleh roh jahat, seperti setan, jin. Responden mengatakan bahwasannya saudaranya itu suka berhalusinasi dikarenakan adanya pengaruh dari teman-temannya yang katanya suka mencari harta karun, dan membuat saudaranya itu terpengaruhi oleh kata-kata temannya.
Segala upaya telah dilakakukan responden dengan keluarga dalam mencari informasi dan pengobatan tentang gangguan yang dialami saudaranya, dan adanya penolakan dari keluarga, dikarenakan minimnya informasi pada masa itu. Hal ini dapat dilihat seperti kutipan wawancara di bawah ini:
 “Awalnya si ada, tapi karena dulu itu minimnya informasi kesehatan tentang orang gila jadi merasa takut. Tetapi setelah mengetahui tidak ada rasa penolakan lagi (W2.151112.R1.54)”.
“Dulu tu kan orang gila katanya itu karena kemasukan setan, mau nyerang orang, jahat dan gak terkontrol emosi, jadi ngerasa takut jadi kayak nolak gitu (W2.151112.R1.55)”.

Pengakuan terhadap schizophrenia menurut responden adalah penerimaan atau menerima dengan lapang dada, dan tidak merasa bahwasannya itu adalah hal yang buruk ataupun adanya rasa malu tetapi bangga dengan memiliki saudara yang mengalami gangguan.  Menyanyanginya adalah hal yang terbaik dibandingkan dengan rasa tidak peduli.
“Anak bapak menerima dan ada anak perempuan bapak menyayanginya (W1.281012.R1.30)”.
“Biasalah ada yang menerima dan ada juga yang kurang menyukainya dilingkungan sekitar ini (W1.281012.R1.35)”.

Kebutuhan akan makan dan minum, istirahat, selalu diberikan responden kepada schizophrenia.  Kebutuhan-kebutuhan tersebut selalu dipenuhi baik untuk keluarganya ataupun saudara schizophrenia.  Memberikan materi kepada schizophrenia sebesar lima ribu rupiah.  Karena jika tidak diberi uang oleh responden schizophrenia akan mengganggu untuk meminta uang dan sampai dia diberi uang akan berhenti.  Responden juga mengatakan bahwasannya jika schizophrenia dengan orang lain sangatlah royal jika memiliki uang banyak ataupun memiliki rokok.
“Dia klo sama orang itu royal sama orang-orang disekelilingnya. klo ada uang yang banyak dia suka bagi-bagi sama orang lain. tapi klo uangnya habis dia tu marah-marah sama bapak (tersenyum). Dia beranggapan klo bahwasannya dia itu kaya (W1.281012.R1.36)”.
“Bapak yang memberikannya, setiap hari bapak beri dia uang untuk membeli apa yang dia inginkan (W1.281012.R1.37)”.

Responden juga memiliki emosi yang cukup sabar dalam menghadapi schizophrenia, ketika responden marah dengan schizophrenia tetapi kemarahan tersebut hanya bersifat sementara, karena responden menyadari kemarahan itu tidak akan membuatnya lebih baik dan itu akan melukai hati schizophrenia dan responden tidak menginginkan seperti itu.
“Hampir setiap hari, ngeliat kelakuannya yang buat kita jengkel. Dia suka melakukan hal-hal yang bukan disuruh dia dilakukan kayak petik-petik bunga, mematahi dahan-dahan bunga (W1.281012.R1.42)”.

Pembahasan
Jenis Family Support pada Schizophrenia
Secara teoritis, responden memiliki keempat jenis family support pada schizophrenia, yaitu dukungan informational, penilaian, instrumental, dan emosional.  Dimana responden memiliki perhatian, pengakuan, tidak ada rasa penolakan, kasih sayang, dan membuat suasana yang nyaman untuk schizophrenia serta dukungan berupa materi, pengobatan, dan perawatan kesehatan.
Sikap penerimaan dan perhatian yang dibutuhkan schizophrenia dari responden karena dengan adanya hal semacam itu bisa menghasilkan energi yang positif bagi schizophrenia khususnya bagi keluarga itu sendiri karena siapa lagi yang mau menerima dan merasakan hal itu kalau tidak keluarga, dan responden sangat menyanyangi schizophrenia.

Tugas-tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan
Kebutuhan tempat tinggal (perumahan) sudah diatur oleh responden karena tempat tinggal merupakan hal penting dalam meningkatkan proses pemulihan dan meningkatkan kemandirian terhadap aktifitas sehari-hari.  Pengaturan ruangan tempat tinggal dilakukan oleh responden agar mempermudah komunikasi, kebersamaan, keterikatan antara sesama anggota keluarga seperti yang dikatakan responden bahwasannya responden membuat suasana atau kondisi rumah yang tenang, dan nyaman untuk ditinggali bersama keluarga.
Responden menganggap schizophrenia sebagai manusia normal seperti umumnya orang dan tidak berlebihan menganggapnya sebagai penderita yang benar-benar harus dijauhi dan dikucilkan. Mereka juga berkesempatan untuk dapat hidup normal dan kembali ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat luas dalam mencapai orientasi hidupnya.

V.  KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa yang memiliki keluarga schizophrenia bisa menerima keadaaan saudara mereka di dalam keluarga hal itu karena keluarga memberikan support, memberikan kasih sayang, memberikan rasa aman, dan memperlakukan schizophrenia seperti yang lainnya tetapi sesuai dengan keterbatasannya.
Serta seluruh keluarga memberi dukungan yang baik, agar schizophrenia merasakan adanya rasa kehangatan didalam keluarga, serta tidak adanya penolakan.  Semua yang dibutuhkan oleh schizophrenia dipenuhi oleh keluarga, baik materi, pengobatan ataupun yang lainnya.
Saran
1.      Bagi keluarga dan schizophrenia
Dengan hasil penelitian ini diharapkan para keluarga dapat memahami tugas dan fungsinya serta bagaimana memahami, merawat dan menjaga schizophrenia selain itu, para keluarga bersedia menerima segala sesuatunya apa yang sedang dialami oleh schizophrenia serta bagaimana kondisi kesehatan schizophrenia dapat dipertahankan.
2.      Bagi masyarakat
Agar masyarakat memberikan dukungan kepada penderita schizophrenia supaya mereka bisa bersosialisasi dengan baik dan dapat membantu meringakan bebanya dan juga supaya masyarakat tidak memberikan status gila untuk schizophrenia yang bisa memperparah keadaan penderita karena merasa dikucilkan.
3.      Bagi Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan rujukan untuk peneliti selanjutnya untuk lebih luas dalam mengali informasi tentang schizophrenia. Karena masih banyak sekali kelemahan dalam penelitian ini, diantaranya karena kurang spesifiknya data yang diperoleh, masih minimnya informasi yang di dapat di dalam penelitian serta kurangnya pengetahuan peneliti.