ABSTRAK
FAMILY SUPPORT
PADA SCHIZOPHRENIA
Saulin Titin
Liana
127029007
Schizophrenia bukanlah
penyakit jiwa yang tidak dapat disembuhkan.
Peranan keluarga diperlukan untuk schizophrenia. Keluarga dapat mewujudkan dengan memberi
bantuan berupa dukungan emosional, instrumental, materi, nasehat, informasi dan
penilaian positif yang sering disebut dengan dukungan keluarga (family support). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa salah
satu faktor yang dapat meningkatkan hubungan sosial antara schizophrenia dengan keluarga adalah family support.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menguraikan dan mendeskripsikan pendekatan family
support, dimana peran aktif keluarga dibutuhkan dalam merawat dan menjaga schizophrenia, menerima kenyataan,
mengakui, mengerti dan tetap terus mendukung schizophrenia untuk dapat lebih baik lagi. Serta menguraikan sejauhmana efektifitas family support dalam merawat dan menjaga
schizophrenia. Untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian ini adalah dengan
pendekatan family support dimana
keluarga dapat menjadi teman, keluarga mendukung dengan baik, menerima
keyataan, tidak adanya penolakan serta selalu ada untuk schizophrenia. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah nilai
dukungan dan kesedian keluarga menerima apa yang sedang dialami oleh schizophrenia serta kondisi kesehatan.
Kata Kunci: Family Support dan Schizophrenia.
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Schizophrenia
bisa terjadi pada siapa saja. Sering
kali pasien schizophrenia digambarkan
sebagai individu yang bodoh, aneh dan berbahaya. Sebagai konsekuensi kepercayaan tersebut,
banyak pasien schizophrenia tidak
dibawah berobat, mereka tidak dibawa ke dokter melainkan dibawa ke “orang
pintar”.
Pengobatan yang begitu
modern sekarang ini ternyata memberikan prognosis yang baik pada pasien schizophrenia. Pemulangan pasien schizophrenia pada keluarga tergantung pada keparahan penyakit dan
tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan (Kaplan dan Sadock, 2010). Keadaan pasien yang membaik dilanjutkan
dengan rawat jalan ironisnya, pemulangan pasien schizophrenia pada keluarga menimbulkan permasalahan yang
baru. Biarpun pasien tidak sempurna
sembuh, penanganan dengan metode yang tepat membuat gangguan jiwa ini menjadi controllable dan manageable meskipun dikatakan non-curable
Hawari (dalam Ambari, 2010).
“Ya… Waktu
pemulangan dari RSJ gak bisa ngapa-ngapain sendiri suka butuh bantuan dari kami
keluarganya. Mau makan aja harus dibantu”.
Pasien dengan gangguan schizophrenia tidak mungkin mampu
mengatasi masalah kejiwaannya sendiri.
Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di sekitarnya, khususnya
keluarga. Keluarga merupakan tempat
dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga adalah institusi pendidikan utama
bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan
perilaku. Individu menguji coba
perilakunya didalam keluarga, dan umpan balik keluarga memengaruhi inividu
dalam mengadopsi perilaku tertentu.
Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat. Ketika mereka merasa memiliki, mereka merasa
aman dan yang paling penting memiliki kesempatan yang besar untuk membuat dan
memelihara hubungan sosial yang mendukung (Browne, 2005).
Pentingnya perawatan
dilingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi yaitu: keluarga
merupakan satu konteks individu memulai hubungan interpersonal. Keluarga mempengaruhi nilai, kepercayaan,
sikap, dan perilaku klien. Menurut
Spradey (dalam Mauludati, 2010) mengemukakan bahwa keluarga mempunyai fungsi
dasar seperti memberi kasih sayang, rasa aman, rasa dimiliki, dan menyiapkan
peran dewasa individu di masyarakat.
Dukungan keluarga
menurut Francis dan Satiadarma (dalam Ambari, 2010) merupakan bantuan atau
sokongan yang diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga
lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam sebuah
keluarga. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka muncul keinginan
peneliti untuk membuat penelitain dengan judul “Family Support Pada Schizophrenia”.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam hal ini peneliti
mencoba merumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian
sebagai berikut, yaitu bagaimana fenomena mengenai family support pada pasien schizophrenia,
yaitu: “Mengapa family support itu
penting bagi schizophrenia?”
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: untuk “mengetahui seberapa
penting family support pada schizophrenia?”
D.
Manfaat
Penelitian
Berdasarkan tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini, manfaat yang diharapkan adalah adanya
manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu bagi keluarga, masyarakat dan
peneliti selanjutnya.
II.
LANDASAN
TEORI
A.
Schizophrenia
Schizophrenia merupakan suatu gambaran sindrom dengan
berbagai macam penyebab dan perjalanan yang banyak dan beragam, dimana terjadi
keretakan jiwa atau ketidak harmonisan dan ketidaksesuaian antara proses
berpikir, perasaan dan perbuatan serta hilang timbul dengan manisfestasi klinis
yang beragam (Kaplan, dan Sadock 2010).
Schizophrenia merupakan salah satu dari berbagai
psikopatologi yang mana prevalensi sepanjang hidupnya kurang dari 1 persen dan
terjadi pada laki-laki dan perempuan kurang lebih sama banyaknya. Meskipun kadang berawal pada masa kanak-kanak,
gangguan ini biasanya muncul pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa, agak
lebih awal pada kaum laki-laki daripada kaum perempuan. Usia timbulnya gangguan tampaknya semakin
muda dalam beberapa dekade terakhir DiMaggio (dalam Davison, 2006). Orang-orang yang menderita schizophrenia umumnya mengalami beberapa
episode akut simtom-simtom yang tidak terlalu parah, namun tetap sangat
menggangu keberfungsian mereka.
Komorbilitas dengan penyalagunaan zat merupakan masalah utama bagi para
passien Schizophrenia, terjadi pada
sekitar 50 persennya Kosten dan Ziedonis (dalam Davison, 2006).
Pada schizophrenia tidak
terdapat gejala yang patognomik khusus.
Dalam PPDGJ III membagi gejala schizophrenia
yaitu delusi (waham), halusinasi, disorganized
Speech (pembicaraan kacau), disorganized
Behavior (tingkah laku kacau), dan gejala-gejalan negatif.
B.
Family
Support
Dukungan keluarga (family support) atau adalah tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai sistem
pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika
diperlukan (Friedman (1998).
Menurut Kaplan (dalam
Friedman, 1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki 4 jenis family support yaitu, dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan
emosional.
Menurut Friedman (dalam
Suparyanto, 2012) membagi lima tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh
keluarga yaitu, mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya,
mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, memberikan perawatan
kepada anggota keluarganya yang sakit dan tidak sakit, memodifikasi suasana
rumah yang mendukung kesehatan keluarga serta perkembangan kepribadian anggota
keluarga, mempertahankan hubungan timbal balik antara anggota keluarga dan
lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan kemanfaatan dengan baik fasilitas kesehatan
yang ada.
III.
METODE PENELITIAN
Menurut Bogdan &
Taylor (dalam Moleong, 2002) metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan kualitatif dipandang sesuai untuk mengetahui gambaran family support pada schizophrenia, sehingga hasil yang didapat dari penelitian ini
dapat memberikan gambaran dan dinamika yang mendalam tentang family support pada schizophrenia.
Populasi
dan Sampel
Dalam penelitian kualitatif tidak ada ketentuan khusus mengenai jumlah
sampel. Penelitian kualitatif yang terletak pada kedalaman proses, cenderung
dilakukan dengan jumlah sampel yang sedikit (Poerwandari, 2005) dalam
penelitian ini peneliti menggunakan satu sampel family support. Selain itu, penelitian ini akan
memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai para responden penelitian
dari informan.
Teknik
Pengumpulan Data
Penelitian
ini menggunakan dua jenis teknik pengumpulan data yang sesuai dengan teknik
pengumpulan data secara kualitatif, yaitu teknik wawancara dan observasi.
Alat
Bantu Pengambilan Data
Alat
bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, alat
perekam (tape recoder), alat tulis,
lembar catatan observasi, dan catatan lapangan.
Prosedur
Penelitian
Adapun tahap-tahap dalam
prosedur penelitian ini adalah tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian,
tahap pencatatan data, teknik dan prosedur pengolahan data.
Metode
Analisa Data
Menurut
Bongdan dan Biklen (dalam Moleong, 2002) analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensiskannya,
mencari dan menentukan pola, menemmukan apa yang diceritakan kepada orang lain.
Kredibilitas
Penelitian
Menurut
Patton (dalam Sugiyono, 2005), ada empat macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan untuk mencapai keabsahan yaitu, triangulasi data, triangulasi
penelitian, triangulasi teori dan triangulasi data. Peneliti menggunakan triangulasi data, dan
triangulasi metode.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis
Pembahasan akan
dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman
wawancara. Wawancara dilakukan di tempat
yang telah disepakati oleh responden yaitu di rumah responden. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan
selama tiga kali, yaitu pada tanggal 28 Oktober 2012, 15 November 2012, dan 23
Desember 2012, waktu yang dipergunakan dalam wawancara ini ±45 menit setiap
kali wawancara.
Dari hasil rangkuman
wawancara maka dapat dilihat bahwa responden adalah anak ketiga dari tujuh
bersaudara, dua orang kakak perempuan, satu adik perempuan, tiga orang adik
laki-laki, dan responden adalah anak laki-laki
yang paling tua di antara kakak-kakak perempuannya. Ayah dan ibu bekerja, ayah bekerja sebagai
tukang mas dan ibu tukang jahit, dan keduanya telah meninggal dunia.
Responden memiliki
saudara laki-laki yang mengalami gangguan schizophrenia.
Awalnya keluarga ketika mengetahui kondisi salah satu saudaranya mengalami
gangguan dan suka berhalusinasi tidak dapat menerima dengan kondisi seperti itu. Dikarenakan minimnya informasi yang
didapatkan pada waktu itu, dan masih percaya dengan mitos-mitos bahwasannya
gangguan seperti itu dikarenakan kemasukan oleh roh jahat, seperti setan, jin.
Responden mengatakan bahwasannya saudaranya itu suka berhalusinasi dikarenakan
adanya pengaruh dari teman-temannya yang katanya suka mencari harta karun, dan
membuat saudaranya itu terpengaruhi oleh kata-kata temannya.
Segala
upaya telah dilakakukan responden dengan keluarga dalam mencari informasi dan
pengobatan tentang gangguan yang dialami saudaranya, dan adanya penolakan dari
keluarga, dikarenakan minimnya informasi pada masa itu. Hal ini dapat dilihat
seperti kutipan wawancara di bawah ini:
“Awalnya si ada, tapi karena dulu itu minimnya
informasi kesehatan tentang orang gila jadi merasa takut. Tetapi setelah
mengetahui tidak ada rasa penolakan lagi (W2.151112.R1.54)”.
“Dulu tu kan
orang gila katanya itu karena kemasukan setan, mau nyerang orang, jahat dan gak
terkontrol emosi, jadi ngerasa takut jadi kayak nolak gitu (W2.151112.R1.55)”.
Pengakuan terhadap schizophrenia menurut responden adalah
penerimaan atau menerima dengan lapang dada, dan tidak merasa bahwasannya itu
adalah hal yang buruk ataupun adanya rasa malu tetapi bangga dengan memiliki
saudara yang mengalami gangguan. Menyanyanginya
adalah hal yang terbaik dibandingkan dengan rasa tidak peduli.
“Anak bapak
menerima dan ada anak perempuan bapak menyayanginya (W1.281012.R1.30)”.
“Biasalah ada
yang menerima dan ada juga yang kurang menyukainya dilingkungan sekitar ini
(W1.281012.R1.35)”.
Kebutuhan akan makan
dan minum, istirahat, selalu diberikan responden kepada schizophrenia.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut selalu dipenuhi baik untuk keluarganya
ataupun saudara schizophrenia. Memberikan materi kepada schizophrenia sebesar lima ribu rupiah. Karena jika tidak diberi uang oleh responden schizophrenia akan mengganggu untuk
meminta uang dan sampai dia diberi uang akan berhenti. Responden juga mengatakan bahwasannya jika schizophrenia dengan orang lain
sangatlah royal jika memiliki uang banyak ataupun memiliki rokok.
“Dia klo sama
orang itu royal sama orang-orang disekelilingnya. klo ada uang yang banyak dia
suka bagi-bagi sama orang lain. tapi klo uangnya habis dia tu marah-marah sama
bapak (tersenyum). Dia beranggapan klo bahwasannya dia itu kaya
(W1.281012.R1.36)”.
“Bapak yang
memberikannya, setiap hari bapak beri dia uang untuk membeli apa yang dia
inginkan (W1.281012.R1.37)”.
Responden juga memiliki
emosi yang cukup sabar dalam menghadapi schizophrenia,
ketika responden marah dengan schizophrenia
tetapi kemarahan tersebut hanya bersifat sementara, karena responden menyadari
kemarahan itu tidak akan membuatnya lebih baik dan itu akan melukai hati schizophrenia dan responden tidak
menginginkan seperti itu.
“Hampir setiap
hari, ngeliat kelakuannya yang buat kita jengkel. Dia suka melakukan hal-hal
yang bukan disuruh dia dilakukan kayak petik-petik bunga, mematahi dahan-dahan
bunga (W1.281012.R1.42)”.
Pembahasan
Jenis
Family Support pada Schizophrenia
Secara teoritis, responden memiliki keempat jenis family support pada schizophrenia, yaitu dukungan informational, penilaian,
instrumental, dan emosional. Dimana
responden memiliki perhatian, pengakuan, tidak ada rasa penolakan, kasih
sayang, dan membuat suasana yang nyaman untuk schizophrenia serta dukungan berupa materi, pengobatan, dan
perawatan kesehatan.
Sikap penerimaan dan perhatian yang dibutuhkan schizophrenia dari responden karena
dengan adanya hal semacam itu bisa menghasilkan energi yang positif bagi schizophrenia khususnya bagi keluarga
itu sendiri karena siapa lagi yang mau menerima dan merasakan hal itu kalau
tidak keluarga, dan responden sangat menyanyangi schizophrenia.
Tugas-tugas
Keluarga dalam Bidang Kesehatan
Kebutuhan tempat tinggal (perumahan)
sudah diatur oleh responden karena tempat tinggal merupakan hal
penting dalam meningkatkan
proses pemulihan dan meningkatkan kemandirian terhadap
aktifitas sehari-hari. Pengaturan
ruangan tempat tinggal dilakukan oleh responden agar mempermudah komunikasi,
kebersamaan, keterikatan antara sesama anggota keluarga seperti yang dikatakan
responden bahwasannya responden membuat suasana atau kondisi rumah yang tenang,
dan nyaman untuk ditinggali bersama keluarga.
Responden menganggap schizophrenia
sebagai
manusia normal seperti umumnya orang dan tidak berlebihan menganggapnya sebagai
penderita yang benar-benar harus dijauhi dan dikucilkan. Mereka juga
berkesempatan untuk dapat hidup normal dan kembali ke tengah-tengah keluarga
dan masyarakat luas dalam mencapai orientasi hidupnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa yang memiliki keluarga schizophrenia bisa menerima keadaaan
saudara mereka di dalam keluarga hal itu karena keluarga memberikan support, memberikan kasih sayang,
memberikan rasa aman, dan memperlakukan schizophrenia
seperti yang lainnya tetapi sesuai dengan keterbatasannya.
Serta seluruh keluarga
memberi dukungan yang baik, agar schizophrenia
merasakan adanya rasa kehangatan didalam keluarga, serta tidak adanya
penolakan. Semua yang dibutuhkan oleh schizophrenia dipenuhi oleh keluarga,
baik materi, pengobatan ataupun yang lainnya.
Saran
1. Bagi
keluarga dan schizophrenia
Dengan hasil penelitian
ini diharapkan para keluarga dapat memahami tugas dan fungsinya serta bagaimana
memahami, merawat dan menjaga schizophrenia
selain itu, para keluarga bersedia menerima segala sesuatunya apa yang sedang
dialami oleh schizophrenia serta
bagaimana kondisi kesehatan schizophrenia
dapat dipertahankan.
2. Bagi
masyarakat
Agar masyarakat
memberikan dukungan kepada penderita schizophrenia
supaya mereka bisa bersosialisasi dengan baik dan dapat membantu meringakan
bebanya dan juga supaya masyarakat tidak memberikan status gila untuk schizophrenia yang bisa memperparah
keadaan penderita karena merasa dikucilkan.
3. Bagi
Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan rujukan
untuk peneliti selanjutnya untuk lebih luas dalam mengali informasi tentang schizophrenia. Karena masih banyak
sekali kelemahan dalam penelitian ini, diantaranya karena kurang spesifiknya
data yang diperoleh, masih minimnya informasi yang di dapat di dalam penelitian
serta kurangnya pengetahuan peneliti.